Siltas Tatuil Tidak Sekolah Selama 3 Hari
Dampak bencana banjir bandang yang menerjang Kota Manado 15 Januari 2014 dirasakan hampir semua warga ibu kota Sulawesi Utara yang dikenal dengan masakan khasnya, tinutuan atau bubur Manado ini. Mereka yang langsung menjadi korban banjir harus mengungsi.
Meski mendapatkan tempat untuk tidur dan makan, sebagian dari mereka tetap merasa tidak nyaman berada di pengungsian. Hal itu diungkapkan Siltas Tatuil, siswi SMP Advent Tikala ketika ditemui Tribun Manado di tempat pengungsian Rumah Sakit Permata Bunda Dendengan Dalam Manado, Sabtu (18/1/2014).
Di tempat itu, Siltas dan keluarganya tidur beralaskan koran. "Pokoknya tidak nyaman sekali. Tidur di lantai beralas koran seperti gembel," katanya sambil tersenyum.
Sejak rumah orangtuanya dilanda banjir Rabu lalu, remaja putri yang memiliki tinggi badan 167 cm itu tidak ke sekolah karena seragam dan buku pelajaran hanyut disapu banjir."Mau ke sekolah bagaimana jika seragam tidak ada. Buku pun tidak ada. Apalagi sepatu dan tas," ungkap anak tunggal dari pasangan Switje Garing dan Arnol Tatuil itu.
Seperti korban bencana lainnya di Sulut, dia berharap bisa mendapat bantuan dari siapa saja agar bisa kembali ke sekolah. "Kalau ada bantuan seragam akan lebih baik. Sebab banyak anak-anak di sini yang belum sekolah karena tidak memilki seragam alat tulis-menulis," demikian Siltas.
Meski mendapatkan tempat untuk tidur dan makan, sebagian dari mereka tetap merasa tidak nyaman berada di pengungsian. Hal itu diungkapkan Siltas Tatuil, siswi SMP Advent Tikala ketika ditemui Tribun Manado di tempat pengungsian Rumah Sakit Permata Bunda Dendengan Dalam Manado, Sabtu (18/1/2014).
Di tempat itu, Siltas dan keluarganya tidur beralaskan koran. "Pokoknya tidak nyaman sekali. Tidur di lantai beralas koran seperti gembel," katanya sambil tersenyum.
Sejak rumah orangtuanya dilanda banjir Rabu lalu, remaja putri yang memiliki tinggi badan 167 cm itu tidak ke sekolah karena seragam dan buku pelajaran hanyut disapu banjir."Mau ke sekolah bagaimana jika seragam tidak ada. Buku pun tidak ada. Apalagi sepatu dan tas," ungkap anak tunggal dari pasangan Switje Garing dan Arnol Tatuil itu.
Seperti korban bencana lainnya di Sulut, dia berharap bisa mendapat bantuan dari siapa saja agar bisa kembali ke sekolah. "Kalau ada bantuan seragam akan lebih baik. Sebab banyak anak-anak di sini yang belum sekolah karena tidak memilki seragam alat tulis-menulis," demikian Siltas.